Rabu, 14 Maret 2012

Kecamatan Bulok

Kecamatan Bulok  adalah salah satu Kecamatan baru yang ada dalam wilayah kab. Tanggamus pada tahun 2007 Pemekaran dari kecamatan Pardasuka  yang mempunyai luas Wilayah 10.564. dengan ibu kota kecamatanya berkedudukan  dipekon Sukamara  meliputi 9 Pekon 
  1. Sukamara
  2. Sukanegara
  3. Gunung Terang
  4. Napal
  5. Sinar petir
  6. Banjarmasin
  7. Bukaagung
  8. Bukaagung barat,
  9. Taman sari
dengan jumlah 56 Dusun.sebagian besar penduduk matapencariannya Tani terdiri dari beberapa suku yang menghuni kecamatan bulok diantaranya lampung,Lampung,Sunda,banten,Padang 
jarak  tempuh untuk mencapai kecamatan Bulok 80 Km dari Bandar lampung 45 Km dari kabupaten Tanggamus dan 21 Km dari Pringsewu

WISATA TANGGAMUS

 
 
 
 
BENDUNGAN BATU TEGI

BENDUNGAN BATU TEGI

TELUK KILUAN TANGGAMUS
 
 
 
 
 
 
 
 
 
WAY LALAAN
 Indahnya pariwisata yang ada di bumi Tanggamus membuat terus ingin menjelajah satu persatu tempat wisata yang ada di kabupaten Tanggamus.  Bentuk kesyukuran atas kekuasaan  ciptaan dari sang Maha indah (Allah SWT). Menikmati dari pantai satu ke pantai lainnya. Pemerintah Kabupaten Tanggamus diresmikan pada tanggal 21 Maret 1997 oleh Menteri Dalam Negeri ini memilikiobjek-objek wisata yang mengagumkan antara lain Bukit Batu Keramat, Gunung Tanggamus, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Pantai Terbaya, Bendungan Batu Teg, air terjun Way lala’an, pantai Batu Balai, pantai Kiluan dan masih banyak lagi potensi-potensi objek wisata yang belum tergali.
Pemerintah Tanggamus dalam mengakomodasi dinamika dan aspirasi yang berkembang telah menetapkan visi pariwisata : “Terwujudnya Kabupaten Tanggamus sebagai Daerah Tujuan Wisata Unggulan Nasional”. Sedangkan misi yang ditetapkan untuk mencapai visi tersebut yakni dengan mengembangkan pariwisata yang berbasis alam dan budaya serta adat istiadat; membangun infrastruktur penunjang pariwisata untuk mendorong percepatan dan memicu pertumbuhan pariwisata di Kabupaten Tanggamus. Serta terus mendorong keterlibatan pihak swasta dan masyarakat dalam bidang usaha kepariwisataan; mengembangkan kesadaran kesadaran pariwisata masyarakat, meningkatkan kualitas SDM kepariwisataan untuk mewujudkan sapta pesona. Selanjutnya mendorong pengembangan jaringan pariwisata dan promosi pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan.
         Salah satu objek wisata yang diminati masyarakat Lampung salah satunya airi terjun Way Lala’an. Air terjun Way Lalaan berada dibawah kaki gunung Tangamus ± 500 m dari jalan raya Kota Agung – Bandar Lampung dan hanya ± 85 km dari Bandar Lampung. Serta 1 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Tanggamus. Untuk menuju objek wisata Way Lala’an dapat ditempuh dengan kendaraan umum atau pribadi dengan waktu tempuh ± 3 jam perjalanan dari Kota Metro. Air terjun Wayu Lalaan merupakan air terjun bertingkat dengan jarak satu sama lainnya ± 200 m.

         Pada objek wisata air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 15 meter ini pada dasar danunya berwana hijau muda. Hal itu karena dasar danau di air terjun penuh dengan bebatuan yang ditumbuhi lumut. Sehingga jika mandi di danau kecil yang memiliki ukuran diameter 30 meter. Letak danau yang berada  tepat di bawah air terjun yang terus mengalir deras yang merupakan sumber mata air Gunung Tanggamus.
         Selain itu di Tanggamus ini bisa mengunjungi wisata yang sangat menarik yakni pantai Teluk Kiluan yang juga termasuk ke dalam wilayah administrasi Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus. Jaraknya hanya sekitar 80 kilometer dari Bandar Lampung atau sekitar 60 kilometer dari Kota Agung, ibu kota Kabupaten Tanggamus. Secara umum pengembangan kawasan Teluk Kiluan sebagai kawasan wisata yang sering dikunjungi wisatawan mancanegara.
         Wisata ini ditekankan pada perencanaan pengembangan fasilitas objek dan daya tarik wisata (ODTW) yang terkandung di dalam kawasan wisata itu sendiri. Adapun rencana pengembangan fasilitas–fasilitas tersebut adalah penambahan dan melengkapi serta memperbaiki sarana dan prasarana pendukung aktivitas wisata seperti peningkatan jalan, pembangunan dermaga perikanan sebagai fasilitas pendukung wisata air.
Sementara keunikan kawasan  tersebut merupakan tempat sebagai habitat satwa langka dan dilindungi yaitu habitat Lumba-lumba Hidung Botol dan Paruh Panjang. Habitat penyu Sisik dan penyu Hijau. Habitat terumbu karang. Habitat Ikan konsumsi dan ikan hias yang terdiri dari lebih 100 spesies termasuk IkanBlack Marlin.
Pada kawasan wisata teluk ini masih originalias atau keaslian yang mencerminkan kemurnian kualitas alam dan lingkungan daratan maupun perairanteluk Kiluan. Sementara untuk otensitas di sekitar wisata tersebut yang merupakan sebuah nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis dan bersahaja antar etnis budaya yaitu budaya Lampung Sai Batin (Marga Kelumbayan) yang berdomisili di Dusun Teluk Bekhak, Teluk Baru dan Teluk Kaur. Budaya Sunda yang berdomisili di Dusun Bandung Jaya dan Teluk Kaur. Budaya Bali yang berdomisiili di Dusun Teluk Kaur.
Budaya Bugis yang berdomisili di dusun teluk Kaur dan Bandung Jaya.Budaya Banten yang berdomisili di dusun Sukamahi dan Rawong. Berikutnyakeanekaragaman yang dapat dinikmati secara alami antara lain, ketenangan perairan Teluk Kiluan yang memadukan antara laut dalam dan laut dangkal.Suasana matahari tenggelam (Sunset). Iklim sejuk terutama di dusun Teluk Baru, Teluk Bekhak, Rawong dan Pulau Kiluan dengan suhu sekitar 15-22° C.
Selain pantai Kiluan, jika berkunjung ke kabupaten yang terkenal memiliki kekayaan sumber daya alam ini, terdapat pula pantai Batu Balai yang jaraknya sekitar 30 menit dari tempat wisata air terjun Way Lala’an. Di pantai ini keasrian dan alami alam masih dapat dirasakan pengunjung. Sejauh mata anda memandang akan selalu diperlihatkan gulungan ombak yang mencapai 1 hingga 1,5 meter. Di pantai Batu Balai ini juga terdapat banyak bebatuan alam dan pasir yang berwarna hitam tidak seperti pasir pada umumnya yang sering kita lihat di pantai lainnya yang berwarna putih.
Selanjutnya yang tak kalah menarik yakni wisata gunung Tanggamus yang merupakan gunung tertinggi di Lampung menjadi daya tarik para wisatawan yang menyukai dan memiliki hobi adventure. Gunung Tanggamus memiliki ketinggian 2101,5 meter di atas permukaan laut.. Untuk mendaki gunung Tanggamus rata-rata untuk mencapai puncak mambutuhkan waktu 8 jam lamanya. Untuk suhu ketinggiannya pun jika sudah mencapai di puncak sangat dingin yakni mencapai 15 derajat celcius. Maka tak heran juga jika sumber mata air dari gunung Tanggamus ini menjadi sentra air minum mineral yang dikelola oleh beberapa perusahaan besar.
Agak menjauh dari kaki gunung Tanggamus, tempat pariwisata yang dapat dikunjungi yakni bendungan Batu Tegi yang juga merupakan bendungan terbesar di Asia Tenggara. Bendungan ini didirikan pda masa pemerintahan Mega Wati Soekarno Putri pada tahun 1998 yang juga diresmikan oleh presiden wanita tersebut. Bendungan ini membendung danau yang disekelilingnya berbaris bukit-bukit yang melingkari perairan danau. Di sekitar bendungan ini suasananya begitu alami dan sejuk dipandang mata. Karena sejauh mata memandang yang terlihat kehijauan pepohonan dan deretan bukit-bukit yang berbaris. Begitu juga, suhu udara yang sejuk ikut mendukung kenyamanan wisatawan di kawasan bendungan Batu Tegi ini. Keberadaan bendungan Batu Tegi terletak di kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus.
Sementara air perairan yang dialirkan dari bendungan ini melewati beberapa kabupaten yang ada di Lampung yakni, kabupaten Pesawaran, Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Kota Metro dan Lampung Timur. Pengairan itu dimanfaatkan untuk irigasi pertanian. Selain dimanfaatkan sebagai pengairan irigasi, manfaat utama dari bendungan ini merupakan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang mengakomodasi kebutuhan listrik di provinsi Lampung.
Tempat yang tak kalah menarik selanjutnya dan tidak perlu merogoh kantong dalam-dalam yakni pemandian mata air Way Bekhak di pekon Suka Raja kecamatan Gunung Alip. Di tempat ini cukup hanya membayar Rp 2 ribu sudah dapat memasuki dan mandi air yang sangat jernih dan menyegarkan. Air di tempat pemandian ini Berasal dari sumber mata air gunung Tanggamus yang juga menjadi tempat pemandian dan aktivitas mencuci warga sekitarnya. Tapi pada pusat sumber mata airnya selalu bersih karena airnya mengalir deras dan kedalamannya hanya sebatas pinggang orang dewasa. Jadi bagi yang tidak dapat berenang tidak perlu was-was.[]

Rabu, 07 Maret 2012


ATURAN PEMAKAIAN WARNA KEBUNG TIKHAI DAN PERLENGKAPAN ADAT LAINNYA DALAM ADAT ISTIADAT LAMPUNG PESISIR

Dalam adat lampung terutama pesisir atau saibatin, pemakaian simbol2 warna di atur pada saat tayuhan (pesta) adat baik saat pengangkatan sebatin, perkawinan atau acara khitanan.
Berikut merupakan peraturan adat yg harus di laksanakan mengenai pemakaian warna, baik di kebung tikhai (kain penutup dinding) atau pun kain di langit2 (kawikh), sarung kasur-bantal, penutup talam, katil dll.
1. WARNA PUTIH, digunakan oleh sebatin. Jika sebatin melakukan acara tayuhan, maka warna kebung tikhai banyak menggunakan warna putih dismping warna kuning dan merah. Hal tsbt karena menunjukan tempat penghejongan/duduk kebumian sebatin2 yg di undang. Sdkn warna kuning utk para raja jukkuan dan merah utk para khadin dan minak, dll. Biasanya jg sebatin yg diundang duduk bersama 2 raja jukkuannya di kebung tikhai putih.
2. WARNA KUNING, digunakan pada acara tayuhan raja jukkuan dr suatu kesebatinan. Warna kuning di letakan di ruang depan tamu2 undangan, sedangkan di ruangan dalam tmpt maju duduk memakai kebung tikhai putih. Yg menandakan hadirnya sebatin dan ratu dalam acara tsb. Disamping itu, digunakan kebungtikhai warna merah.
3. WARNA MERAH, digunakan oleh radin, minak dan lain2 pada acara adat lampung. Selain itu penggunaan kebung tikhai putih tdk digunakan, hanya ada kebung tikhai kuning di ruangan tengah tempat maju (pengantin) duduk. Hal ini menandakan hadirnya raja jukkuan di prosesi tsbt, krn merupakan anak buahnya. Sumber: iwatb

sejarah suku Lampung Bulok

Sejarah Suku Bangsa/Etnis Lampung


Sejarah Suku Bangsa/Etnis Lampung

Asal usul bangsa Lampung adalah dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang letaknya di dataran Belalau, sebelah selatan Danau Ranau yang secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat. Dari dataran Sekala Brak inilah bangsa Lampung menyebar ke setiap penjuru dengan mengikuti aliran Way atau sungai-sungai yaitu Way Komring, Way Kanan, Way Semangka, Way Seputih, Way Sekampung dan Way Tulang Bawang beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran Lampung dan Palembang serta Pantai Banten.
Sekala Brak memiliki makna yang dalam dan sangat penting bagi bangsa Lampung. Ia melambangkan peradaban, kebudayaan dan eksistensi Lampung itu sendiri. Bukti tentang kemasyuran kerajaan Sekala Brak didapat dari cerita turun temurun yang disebut warahan, warisan kebudayaan, adat istiadat, keahlian serta benda dan situs seperti tambo dan dalung seperti yang terdapat di Kenali, Batu Brak dan Sukau. Kata LAMPUNG sendiri berawal dari kata Anjak Lambung yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi.
Dilereng Gunung Pesagi didapati situs seperti batu batu bekas Negeri atau Pekon kuno, tapak bekas kaki, pelataran peradilan dan tempat eksekusi, serta Prasasti yang terpahat pada batuan. Dari sebuah batu yang bertarikh 966 Caka yang terdapat di Bunuk Tenuar Liwa, ternyata telah ada suku bangsa yang beragama Hindu telah menjadi penghuni didataran Lampung. Didalam rimba rimba ditemukan parit parit dan jalan jalan bekas Zaman Hindu bahkan pada perkebunan tebu terdapat batu batu persegi dan diantaranya didapat batuan berukir yang merupakan puing candi.
Tafsiran para ahli purbakala seperti Groenevelt, L.C.Westernenk dan Hellfich didalam menghubungkan bukti bukti memiliki pendapat yang berbeda beda namun secara garis besar didapat benang merah kesamaan dan acuan yang tidak diragukan didalam menganalisa bahwa Sekala Brak merupakan cikal bakal bangsa Lampung.
Dalam catatan Kitab Tiongkok kuno yang disalin oleh Groenevelt kedalam bahasa Inggris bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi disebutkan kisah sebuah Kerajaan Kendali yang terletak diantara pulau Jawa dan Kamboja. menurut catatan kitab, masyarakat Kendali ini mempunyai adat istiadat yang sama dengan bangsa Siam dan Kamboja. Baginda dari Kendali-Sapanalanlinda mengirimkan seorang utusan yang bernama Taruda ke negeri Tiongkok dengan membawa hadiah emas dan perak, utusan yang demikian dikirim berturut turut hingga abad ke enam.
Menurut L.C. Westenenk nama Kendali ini dapat kita hubungkan dengan Kenali ibukota kecamatan Belalau sekarang. Nama Sapalananlinda itu menurut kupasan dari beberapa ahli sejarah, dikarenakan berhubung lidah bangsa Tiongkok tidak fasih melafaskan kata Sribaginda, ini berarti Sapanalanlinda bukanlah suatu nama.
Berdasarkan Warahan dan Sejarah yang disusun didalam Tambo, dataran Sekala Brak tersebut pada awalnya dihuni oleh suku bangsa Tumi yang menganut faham animisme. Suku bangsa ini mengagungkan sebuah pohon yang bernama Belasa Kepampang atau nangka bercabang karena pohonnya memiliki dua cabang besar, yang satunya nangka dan satunya lagi adalah sebukau yaitu sejenis kayu yang bergetah.
Keistimewaan Belasa Kepampang ini bila terkena cabang kayu sebukau akan dapat menimbulkan penyakit koreng atau penyakit kulit lainnya, namun jika terkena getah cabang nangka penyakit tersebut dapat disembuhkan. Karena keanehan inilah maka Belasa Kepampang ini diagungkan oleh suku bangsa Tumi.
Diriwayatkan didalam Tambo empat orang Putera Raja Pagaruyung tiba di Sekala Brak untuk menyebarkan agama Islam. Fase ini merupakan bagian terpenting dari eksistensi masyarakat Lampung. Keempat Putera Raja ini masing masing adalah:
  1. Umpu Bejalan Di Way
  2. Umpu Belunguh.
  3. Umpu Nyerupa.
  4. Umpu Pernong.
Umpu berasal dari kata Ampu seperti yang tertulis pada batu tulis di Pagaruyung yang bertarikh 1358 A.D. Ampu Tuan adalah sebutan Bagi anak Raja Raja Pagaruyung Minangkabau. Setibanya di Skala Brak keempat Umpu bertemu dengan seorang Muli yang ikut menyertai para Umpu dia adalah Si Bulan. Di Sekala Brak keempat Umpu tersebut mendirikan suatu perserikatan yang dinamai Paksi Pak yang berarti Empat Serangkai atau Empat Sepakat.
Setelah perserikatan ini cukup kuat maka suku bangsa Tumi dapat ditaklukkan dan sejak itu berkembanglah agama Islam di Sekala Brak. Sedangkan penduduk yang belum memeluk agama Islam melarikan diri ke Pesisir Krui dan terus menyeberang ke pulau Jawa dan sebagian lagi ke daerah Palembang.
Dataran Sekala Brak yang telah dikuasai oleh keempat Umpu yang disertai Si Bulan, maka Sekala Brak kemudian diperintah oleh keempat Umpu dengan menggunakan nama PAKSI PAK SEKALA BRAK. Inilah cikal bakal Kerajaan Sekala Brak yang merupakan puyang bangsa Lampung. Kerajaan Sekala Brak mereka bagi menjadi empat Marga atau Kebuayan yaitu:
  1. Umpu Bejalan Di Way memerintah daerah Kembahang dan Balik Bukit dengan Ibu Negeri Puncak, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Bejalan Di Way.
  2. Umpu Belunguh memerintah daerah Belalau dengan Ibu Negerinya Kenali, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Belunguh.
  3. Umpu Nyerupa memerintah daerah Sukau dengan Ibu Negeri Tapak Siring, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Nyerupa
  4. Umpu Pernong memerintah daerah Batu Brak dengan Ibu Negeri Hanibung, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Pernong.
Sedangkan Si Bulan mendapatkan daerah Cenggiring namun kemudian Si Bulan berangkat dari Sekala Brak menuju kearah matahari hidup. Dan daerah pembagiannya digabungkan ke daerah Paksi Buay Pernong karena letaknya yang berdekatan.
Suku bangsa Tumi yang lari kedaerah Pesisir Krui menempati marga marga Punggawa Lima yaitu Marga Pidada, Marga Bandar, Marga Laai dan Marga Way Sindi namun kemudian dapat ditaklukkan oleh Lemia Ralang Pantang yang datang dari daerah Danau Ranau dengan bantuan lima orang punggawa dari Paksi Pak Sekala Brak. Dari kelima orang punggawa inilah nama daerah ini disebut dengan Punggawa Lima karena kelima punggawa ini hidup menetap pada daerah yang telah ditaklukkannya.
Agar syiar agama Islam tidak mendapatkan hambatan maka pohon Belasa Kepampang itu akhirnya ditebang untuk kemudian dibuat PEPADUN. Pepadun adalah singgasana yang hanya dapat digunakan atau diduduki pada saat penobatan SAIBATIN Raja Raja dari Paksi Pak Sekala Brak serta keturunan keturunannya. Dengan ditebangnya pohon Belasa Kepampang ini merupakan pertanda jatuhnya kekuasaan suku bangsa Tumi sekaligus hilangnya faham animisme di kerajaan Sekala Brak. Sekitar awal abad ke 9 Masehi para Saibatin Raja Raja di Sekala Brak menciptakan aksara dan angka tersendiri sebagai Aksara Lampung yang dikenal dengan Had Lampung.
Ada dua makna didalam mengartikan kata Pepadun, yaitu:
  1. Dimaknakan sebagai PAPADUN yang maksudnya untuk memadukan pengesahan atau pengakuan untuk mentahbiskan bahwa yang duduk diatasnya adalah Raja.
  2. Dimaknakan sebagai PAADUAN yang berarti tempat mengadukan suatu hal ihwal. Maka jelaslah bahwa mereka yang duduk diatasnya adalah tempat orang mengadukan suatu hal atau yang berhak memberikan keputusan.
Ini jelas bahwa fungsi Pepadun hanya diperuntukkan bagi Raja Raja yang memerintah di Sekala Brak. Atas mufakat dari keempat Paksi maka Pepadun tersebut dipercayakan kepada seseorang yang bernama Benyata untuk menyimpan, serta ditunjuk sebagai bendahara Pekon Luas, Paksi Buay Belunguh dan kepadanya diberikan gelar Raja secara turun temurun.
Manakala salah seorang dari keempat Umpu dan keturunannya memerlukan Pepadun tersebut untuk menobatkan salah satu keturunannya maka Pepadun itu dapat diambil atau dipinjam yang setelah digunakan harus dikembalikan. Adanya bendahara yang dipercayakan kepada Benyata semata mata untuk menghindari perebutan atau perselisihan diantara keturunan keturunan Paksi Pak Sekala Brak dikemudian hari.
Pada Tahun 1939 terjadi perselisihan diantara keturunan Benyata memperebutkan keturunan yang tertua atau yang berhak menyimpan Pepadun. Maka atas keputusan kerapatan adat dengan persetujuan Paksi Pak Sekala Brak dan Keresidenan, Pepadun tersebut disimpan dirumah keturunan yang lurus dari Umpu Belunguh hingga sekarang.

Perpindahan Warga Negeri Sekala Brak

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya semua suku bangsa Lampung, baik yang berada di daerah Lampung, Palembang, dan Pantai Banten berpengakuan berasal dari Sekala Brak. Perpindahan Warga Negeri Sekala Brak ini bukannya sekaligus melainkan bertahap dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh beberapa peristiwa penting didalam sejarah seperti:
  1. Ketika suku bangsa Tumi yang mendiami Sekala Brak terusir dan Skala Brak jatuh ketangan Paksi Pak Sekala Brak, hingga mereka menyebar kedaerah lain.
  2. Perselisihan dan silang sengketa dikalangan keluarga yang mengakibatkan satu fihak meninggalkan Sekala Brak untuk mencari penghidupan ditempat lain.
  3. Adanya bencana alam berupa gempa bumi yang memaksa sebagian Warga Negeri Sekala Brak untuk berpindah dan mencari penghidupan yang baru.
  4. Adanya hubungan yang erat antara Kesultanan Banten dan Kebuayan Belunguh -Kenali, dimana dengan sengaja ditinggalkan disepanjang jalan beberapa orang suami istri untuk meluaskan daerah dan memudahkan perjalanan pulang pergi ke Banten. Sehingga berabad kemudian ditempat itu berdiri Pekon Pekon bahkan banyak yang sudah menjadi Marga. Hubungan inilah yang merupakan asal dari Cikoneng Pak Pekon di Pantai Banten.
  5. Perpindahan juga terjadi disebabkan peraturan adat yang mengikat yang menetapkan semua hak hak adat jatuh atau diwarisi oleh Putera Tertua, sehingga anak anak yang muda dipastikan tidak sepenuhnya memiliki hak apalagi kedudukan tertentu didalam adat. Dengan cara memilih untuk pindah kedaerah yang baru maka dapat dipastikan mereka memiliki kedudukan dan tingkatan didalam adat yang mereka bentuk sendiri ditempat yang baru.
Perpindahan penduduk dari Sekala Brak ini sebagian mengikuti aliran Way Komring yang dikepalai oleh Pangeran Tongkok Podang, untuk seterusnya beranak pinak dan mendirikan Pekon atau Negeri. Kesatuan dari Pekon Pekon ini kemudian menjadi Marga Atau Buay yang diperintah oleh seorang Raja atau Saibatin didaerah Komring –Palembang. Sebagian kelompok lagi pergi kearah Muara Dua, kemudian menuju keselatan menyusuri aliran Way Umpu hingga sampai di Bumi Agung. Kelompok ini terus berkembang dan kemudian dikenal dengan Lampung Daya atau Lampung Komring yang menempati daerah Marta Pura dan Muara Dua di Komring Ulu, serta daerah Kayu Agung dan Tanjung Raja atau Komring Ilir.
Kelompok yang lain yang dipimpin oleh Puyang Rakian dan Puyang Nayan Sakti menuju ke Pesisir Krui dan menempati Pesisir Krui mulai dari Bandar Agung di selatan pesisir hingga Pugung Tampak dan Pulau Pisang di utara. Kelompok yang dipimpin oleh Puyang Naga Berisang dan Ratu Piekulun Siba menyusuri Way Kanan menuju ke Pakuan Ratu, Blambangan Umpu dan Sungkai Bunga Mayang di barat laut Lampung untuk meneruskan jurai dan keturunannya hingga meliputi sebagian utara dataran Lampung.
Adipati Raja Ngandum memimpin kelompok yang menuju ke Pesisir Selatan Lampung Mengikuti aliran Way Semangka hingga kehilirnnya di Kubang Brak. Dari Kubang Brak sebagian rombongan ini terus menuju kearah Kota Agung, Talang Padang, Way Lima hingga ke selatan Lampung di Teluk Betung, Kalianda dan Labuhan Maringgai. Daerah Pantai Banten yang merupakan daerah Cikoneng Pak Pekon adalah wilayah yang diberikan sebagai hadiah kepada Umpu Junjungan Sakti dari Kenali -Buay Belunguh setelah menumpas kerusuhan yang diakibatkan oleh Si Buyuh.
Sebagian lagi yang dikepalai oleh Menang Pemuka yang bergelar Ratu Di Puncak menyusuri sepanjang Way Rarem, Way Tulang Bawang dan Way Sekampung. Menang Pemuka atau Ratu Di Puncak memiliki tiga orang istri, istri yang pertama. berputera Nunyai, dari istri kedua memiliki dua orang anak yaitu seorang putera yang diberi nama Unyi dan seorang puteri yang bernama Nuban, sedangkan dari istri ketiga yang berasal dari Minangkabau memiliki seorang putera yang bernama Bettan Subing. Jurai Ratu Di Puncak inilah yang menurunkan orang Abung dan Tulang Bawang.

Ketetapan Adat Tentang Pepadun

Seperti telah diterangkan terdahulu Pepadun dibuat dari Belasa Kepampang yang dibuat sedemikian rupa menjadi singgasana tempat bertahtanya Raja yang dinobatkan di Paksi Pak Sekala Brak. Ketetapan adat bahwa hanya keturunan yang lurus dan tersulung dari Paksi Pak Sekala Brak yang berhak untuk dapat duduk diatas Pepadun itu dalam gawi penobatan Raja sebagai Saibatin. Dengan demikian adat Pepadun seperti yang terdapat didaerah Lampung lainnya tidak seperti daerah asalnya di Sekala Brak.
Pertimbangan untuk menaikkan atau menurunkan pangkat adat seseorang dilakukan dalam permufakatan sidang adat dengan memperhatikan kesetiaan seseorang kepada garis dan aturan adat. Jika seseorang dinilai telah memenuhi syarat dan mematuhi garis, ketentuan dan aturan adat, untuk seterusnya keturunannya dapat dipertimbangkan untuk dinaikkan setingkat pangkat adatnya. Namun jika yang terjadi sebaliknya kemungkinan untuk keturunannya pangkat adat itu tetap atau bahkan diturunkan.
Pertimbangan yang kedua untuk menaikkan pangkat adat seseorang adalah dengan melihat jumlah bawahan dari seseorang yang akan dinaikkan pangkat adatnya. Seseorang yang yang menyandang pangkat adat atau Gelaran yang disebut ADOK harus memiliki bawahan yang berbanding dengan kedudukan pangkat adatnya.
Tingkatan tertinggi dalam adat adalah Saibatin Suntan. Untuk dapat mencapai Gelaran atau Adok dan kedudukan atau pangkat adat ditentukan oleh berapa banyak bawahan atau pengikut dari seseorang. Bahwa seorang Raja membawahi seorang Batin, dan seorang Batin membawahi seorang Minak, seorang Minak membawahi dua orang Mas, setiap Mas membawahi dua orang Kemas dan setiap Kemas membawahi lima Lamban atau lima rumah/keluarga.
Petutoghan atau panggilan dalam Masyarakat Adat Lampung adalah berdasarkan hirarki seseorang didalam adat. Untuk panggilan kakak adalah Pun dan Ghatu untuk Suntan, Atin untuk Raja, Udo Dang dan Cik Wo untuk Batin, Udo Ngah dan Cik Ngah untuk Radin, Udo dan Wo untuk Minak, Abang dan Ngah untuk Mas serta kakak untuk Kemas. Sedangkan panggilan untuk orang tua adalah Pak Dalom dan Ina Dalom untuk Suntan, Pak Batin dan Ina Batin untuk Raja, Tuan Tengah- dan Cik Tengah untuk Batin, Pak Balak dan Ina Balak untuk Radin, Pak Ngah dan Mak Ngah untuk Minak, Pak Lunik dan Ina Lunik untuk Mas serta Pak Cik dan Mak Cik untuk Kemas. Panggilan untuk kakek-nenek adalah Tamong Dalom dan Kajong Dalom untuk setingkat Suntan, Tamong Batin dan Kajong Batin untuk setingkat Raja dan Batin sedangkan untuk Radin, Minak, Mas dan Kemas menggunakan panggilan Tamong dan Kajong saja.
Gelaran atau Adok -DALOM, SUNTAN, RAJA, RATU, panggilan seperti PUN dan SAIBATIN serta nama LAMBAN GEDUNG hanya diperuntukkan bagi Saibatin Raja dan keluarganya dan dilarang dipakai oleh orang lain. Dalam garis dan peraturan adat tidak terdapat kemungkinan untuk membeli Pangkat Adat, baik dengan Cakak Pepadun atau dengan cara cara lainnya terutama di dataran Skala Brak sebagai warisan resmi dari kerajaan Paksi Pak Sekala Brak.
Tentang kepangkatan seseorang dalam adat tidaklah dapat dinilai dari materi dan kekuatan yang dapat menaikkan kedudukan seseorang didalam lingkungan adat, melainkan ditentukan oleh asal, akhlak dan banyaknya pengikut seseorang dalam lingkungan adat. Bilamana ketiganya terpenuhi maka kedudukan seseorang didalam adat tidak perlu dibeli dengan harta benda atau diminta dan akan dianugerahkan dengan sendirinya.
Kesempatan untuk menaikkan kedudukan seseorang didalam adat dapat pula dilaksanakan pada acara Nayuh atau Pernikahan, Khitanan dan lain lain. Pengumuman untuk Kenaikan Pangkat ini, dilaksanakan dengan upacara yang lazim menurut adat diantara khalayak dengan penuh khidmat diiringi alunan bunyi Canang disertai bahasa Perwatin yang halus dan memiliki arti yang dalam.
Bahasa Perwatin adalah ragam bahasa yang teratur, tersusun yang berkaitan dengan indah dan senantiasa memiliki makna yang anggun, ragam bahasa ini lazim digunakan dilingkungan adat dan terhadap orang yang dituakan atau dihormati. Sedangkan Bahasa Merwatin adalah ragam bahasa pasaran yang biasa digunakan sehari hari yang dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh bahasa bahasa lain.
Prosesi kenaikan seseorang didalam adat dihadiri oleh Saibatin Raja atau Perwakilan yang ditunjuk beserta para Saibatin dan Pembesar lainnya. Dari rangkaian kata kata dalam bentuk syair dapat disimak ungkapan
“Canang Sai Pungguk Ghayu Ya Mibogh Di Dunia Sapa Ngeliak Ya Nigham Sapa Nengis Ya Hila”
Terjemahannya bebasnya bermakna “Bunyi Gong Laksana Suara Pungguk Yang Syahdu Merayu, Gemanya Terdengar Keseluruh Dunia, Siapa Yang Melihat Ia Terkesima Dan Rindu, Siapa Yang Mendengarnya Ia Akan Terharu”. Ini bermakna bahwa pengumuman kenaikan kedudukan seseorang didalam adat telah diumumkan secara resmi.
Tentang adanya penggunaan Pepadun didaerah Lampung lainnya dimana kedudukan didalam adat itu dapat dibeli atau menaikkan kedudukan didalam adat dengan mengadakan Bimbang Besar. Cakak Pepadun diwilayah ini dapat dianalisa awal pelaksanaannya sebagai berikut –Warga Negeri yang memiliki hubungan genealogis dari salah satu Paksi Pak Skala Brak dan beberapa kelompok pendatang dari daerah lain yang menempati wilayah yang baru ini tentu jauh dari pengaruh Saibatin serta Garis, Peraturan, dan Ketentuan adat yang berlaku dan mengikat.
Ditempat yang baru ini tentu dengan sendirinya harus ada Pemimpin dan Panutan yang ditaati oleh kelompok kelompok ditempat baru itu untuk membentuk suatu komunitas baru dan orang yang dipilih sebagai Pimpinan Komunitas ini dipastikan orang yang meiliki kekayaan dan kekuatan untuk dapat melindungi komunitasnya. Karenanya pada daerah Lampung tertentu dapat saja seseorang yang tidak memiliki trah bangsawan mengangkat dirinya menjadi pemimpin atau kepala adat dengan kompensasi tertentu.
Cara cara pengangkatan diri ini mengambil contoh penobatan Saibatin Raja dari daerah asalnya Paksi Pak Sekala Brak, pada masa berikutnya peristiwa Cakak Pepadun telah menjadi kebiasaan dan diteruskan sampai sekarang. Diwilayah baru ini rupanya tidak ada larangan tentang Pangkat Adat dengan melihat kenyataan yang ada bahwa Gelaran Gelaran atau Adok yang Sakral dan dipegang teguh di Paksi Pak Sekala Brak ternyata bahkan menjadi suatu gelaran umum didaerah ini.
Setelah soal naik Pepadun dengan tidak ada dasar ini menjadi suatu perlombaan yang hebat dikalangan khalayak, kesempatan ini digunakan oleh pasa penyimbang untuk mencari kekayaan dan setelah itu meningkat sedemikian rupa hingga mendatangkan kerugian yang besar bagi khalayak didalam mengadakan Bimbang Besar. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Belanda dengan memfasilitasi tindakan tindakan kearah ini.
Pada zaman imperialis hal ini dimanfaatkan oleh kaum imperialis dengan memecah belah Bangsa Lampung sehingga perbedaan yang ada digunakan sebagai umpan untuk memperuncing pertentangan diantara Bangsa Lampung sendiri terutama didalam Adat. Belanda menggantikan kedudukan Raja dengan kedudukan sebagai Pesirah. Bentuk pemerintahan yang tadinya dijalankan dalam tatanan kemurnian dan keluhuran Adat perlahan diarahkan untuk mengikuti kepentingan Belanda.

Pembagian Wilayah

Masyarakat Lampung hidup teratur dengan berpegang kepada norma dan adat perniti baik yang tertulis dalam huruf Lampung Kuno maupun secara lisan secara turun temurun. Kehidupan kemasyarakatan diatur dengan sistem kekerabatan yang bersifat Genealogis Patrilineal dimana pemerintahan dilakukan secara adat terutama yang mengatur sistem mata pencaharian hidup, sistem kekerabatan, kehidupan sosial dan budaya. Pembagian daerah dan wilayah berdasarkan daerah yang dialiri dan dilalui oleh sungai sungai atau way yang ada di Lampung. Pembagian ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan antar marga atau kebuayan. Pembagian wilayah ini diatur oleh Umpu Bejalan Di Way pada sekitar Abad ke VII M.
A. Wilayah Kekuasaan Paksi Pak Sekala Brak:
  1. Way Selalau
  2. Way Belunguh
  3. Way Kenali
  4. Way Kamal
  5. Way Kandang Besi
  6. Way Semuong
  7. Way Sukau
  8. Way Ranau
  9. Way Liwa
  10. Way Krui
  11. Way Semaka
  12. Way Tutung
  13. Way Jelai
  14. Way Benawang
  15. Way Ngarip
  16. Way Wonosobo
  17. Way Ilahan
  18. Way Kawor Gading
  19. Way Haru
  20. Way Tanjung Kejang
  21. Way Tanjung Setia

B. Wilayah Kekuasaan Melinting:
  1. Way Meringgai
  2. Way Kalianda
  3. Way Harong
  4. Way Palas
  5. Way Jabung
  6. Way Tulung Pasik
  7. Way Jepara
  8. Way Kambas
  9. Way Ketapang
  10. Way Limau
  11. Way Badak
  12. Way Pertiwi
  13. Way Putih Doh
  14. Way Kedondong
  15. Way Bandar Pasir
  16. Way Punduh
  17. Way Pidada
  18. Way Batu Regak
  19. Way Berak
  20. Way Kelumbayan
  21. Way Peniangan

C. Wilayah Kekuasaan Pubiyan Telu Suku:
  1. Way Pubiyan
  2. Way Tebu
  3. Way Ratai
  4. Way Seputih
  5. Way Balau
  6. Way Penindingan
  7. Way Semah
  8. Way Salak Berak
  9. Way Kupang Teba
  10. Way Bulok
  11. Way Latayan
  12. Way Waya
  13. Way Samang
  14. Way Layap
  15. Way Pengubuan
  16. Way Sungi Sengok
  17. Way Peraduan
  18. Way Batu Betangkup
  19. Way Selom
  20. Way Heni.
  21. Way Naningan

D. Wilayah Kekuasaan Sungkay Bunga Mayang:
  1. Way Sungkay
  2. Way Malinai
  3. Way Tapus
  4. Way Tapus
  5. Way Ulok Buntok
  6. Way Tapal Badak
  7. Way Kujau
  8. Way Surang
  9. Way Kistang
  10. Way Raman Gunung
  11. Way Rantau Tijang
  12. Way Tulung Selasih
  13. Way Tulung Biuk
  14. Way Tulung Maus
  15. Way Tulung Cercah
  16. Way Tulung Hinduk
  17. Way Tulung Mengundang
  18. Way Kubu Hitu
  19. Way Pengacaran
  20. Way Cercah
  21. Way Pematang Hening

E. Wilayah Kekuasaan Buay Lima Way Kanan:
  1. Way Umpu
  2. Way Besay
  3. Way Jelabat
  4. Way Sunsang
  5. Way Putih Kanan
  6. Way Pengubuan Kanan
  7. Way Giham
  8. Way Petay
  9. Way Hitam
  10. Way Dingin
  11. Way Napalan
  12. Way Gilas
  13. Way Bujuk
  14. Way Tuba
  15. Way Baru
  16. Way Tenong
  17. Way Kistang
  18. Way Panting Kelikik
  19. Way Kabau
  20. Way Kelom
  21. Way Peti

F. Wilayah Kekuasaan Abung Siwo Mego:
  1. Way Abung
  2. Way Melan
  3. Way Sesau
  4. Way Kunyaian
  5. Way Sabu
  6. Way Kulur
  7. Way Kumpa
  8. Way Bangik
  9. Way Babak
  10. Way Tulung Balak
  11. Way Galing
  12. Way Cepus
  13. Way Muara Toping
  14. Way Terusan Nunyai
  15. Way Pematang Hening
  16. Way Banyu Urip
  17. Way Candi Sungi
  18. Way Tulung Biuk
  19. Way Tulung Pius
  20. Way Umban
  21. Way Guring

G. Wilayah Kekuasaan Mego Pak Tulang Bawang:
  1. Way Rarem
  2. Way Gedong Aji
  3. Way Penumangan
  4. Way Panaragan
  5. Way Kibang
  6. Way Ujung Gunung
  7. Way Nunyik
  8. Way Lebuh Dalom
  9. Way Gunung Tukang
  10. Way Pagar Dewa
  11. Way Rawa Panjang
  12. Way Rawa Cokor
  13. Way Tulung Belida
  14. Way Karta
  15. Way Gunung Katun
  16. Way Malai
  17. Way Krisi

Aksara, Bahasa dan Dialek Lampung

Aksara Lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Had Lampung diciptakan oleh Para Saibatin di Paksi Pak Sekala Brak pada awal Abad Ke 9. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan Aksara Rencong Aceh, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api, yang dipertuturkan oleh sebagian besar Etnis Lampung yang masih memegang teguh Garis Adat dan Aturan Saibatin dan Dialek Nyow, yang dipertuturkan oleh orang Abung dan Tulang Bawang yang mengenal kenaikan Pangkat Adat dengan Kompensasi Tertentu yang berkembang setelah Seba yang dilakukan oleh Orang Abung ke Banten.
A. Dialek Belalau (Dialek Api)
  1. Bahasa Lampung Logat Belalau dengan tambahan spesifikasi Logat Kembahang dan Logat Sukau, Dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
  2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
  3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung dan Kecamatan Way Jepara.
  4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
  5. Bahasa Lampung Logsat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
  6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
  7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komering dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komering, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.
B. Dialek Abung (Dialek Nyow)
  1. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.
  2. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.

Sekilas Tentang Seni Dan Tradisi

Bangsa Lampung memiliki ragam kesenian yang kaya akan keragaman, keindahan dan keanggunan budaya. Tarian yang dibawakan oleh Muli Meghanai Lampung memiliki ciri khas gerak serta langgam tersendiri. Tarian klasik yang diselenggarakan pada saat upacara kerajaan adalah suatu bentuk tarian yang dikenal dengan nama Tarakot Kataki atau Lalayang Kasiwan yang masing masing diperagakan oleh dua belas Meghanai secara bersama sama sebagian memegang kipas dan sebagian lagi tidak memegang kipas.
Ragam tarian lain adalah Tari Tanggai yang ditampilkan oleh satu, dua, atau empat orang Muli yang masing masing memegang kipas. Didalam membawakan Tari Tanggai para Muli ini menggunakan aksesoris berupa kuku kuku panjang yang terbuat dari perak yang dipasang diujung jari para penari. Tari tersebut diiringi oleh irama Gamulan/Kulintang dengan ditingkahi para Meghanai yang membawakan bait tertentu yang dinamakan Ngadidang.
Dalam sepuluh hari didalam bulan Syawal diadakan Sekuraan yaitu Festival Topeng yang diselenggarakan sebagai ungkapan suka cita setelah sebulan penuh berpuasa dan mendapatkan Hari Kemenangan. Sekuraan ini diadakan dibeberapa Pekon di Sekala Brak dengan berbagai suguhan Kesenian seperti Silek, Muwayak, Hadra, dan Nyambai oleh para Sekura.
Ada dua tipe sekura yaitu Sekura Helau yang melambangkan kebajikan dan kebijaksanaan dan Sekura Kamak yang melambangkan Ketamakan dan Keangkaramurkaan. Sekura Helau mengenakan kostum yang indah dan bagus seperti bawahan yang mengenakan kain yang bermotifkan Tapis dan atasan yang mengenakan Kain Panjang, sedangkan Sekura Kamak mengenakan Topeng yang menyeramkan dan kostum yang kebanyakan berwarna hitam hitam.
Setiap sehari sebelum Idul Fitri dan Idul Adha ada tradisi Ngelemang pada Paksi Paksi di Sekala Brak terutama di Paksi Buay Bejalan Di Way, ada beberapa jenis Lemang seperti Lemang Siwok yang terbuat dari ketan, Lemang Bungking yang terbuat dari ketan–pisang, dan Lemang Ceghughut yang terbuat dari ketan–gula merah. Tradisi ini sebenarnya adalah tradisi lanjutan seperti yang berlaku di daerah Minangkabau.
Bangsa Lampung dikenal memiliki kain tenun yang indah dan anggun yang dikenal dengan Kain Tapis. Tapis adalah kain yang agung dan sakral yang pada mulanya hanya dikenakan oleh Para Saibatin dan keluarganya saja terutama dikenakan dalam Gawi dan Upacara adat. Namun dalam perkembangannya Kain Tapis telah diproduksi secara massal sehingga setiap khalayak dapat berkesempatan untuk memiliki dan mengenakannya.
Saat ini Kain Tapis telah dikomersialkan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan telah melanglangbuana hingga ke mancanegara. Kini Kain Tapis telah mengalami perkembangannya hingga semakin variatif dengan berbagai macam bentuk dan telah merambah dunia fasion seperti pakaian dan aksesoris aksesoris yang bermotifkan Tapis.