LAMPUNG |
|
— Provinsi —
|
|
Peta
lokasi Lampung
|
|
Hari
jadi
|
|
Ibu
kota
|
|
Pemerintahan
|
|
- Gubernur
|
Sjachroedin ZP
|
- DAU
|
Rp. 769.973.038.000,-(2011)[1]
|
- Total
|
35.376 km2
|
Populasi (2010)[2]
|
|
- Total
|
7.596.115
|
214,7/km²
|
|
Demografi
|
|
- Agama
|
|
- Bahasa
|
|
12
|
|
2
|
|
162
|
|
2.072
|
|
Situs
web
|
Lampung adalah
sebuah provinsi paling
selatan di Pulau Sumatera, Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera
Selatan.
Provinsi Lampung dengan
ibukota Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari
kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah
yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama
Pelabuhan Panjang danPelabuhan Bakauheni serta pelabuhan
nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk
Lampung.
Sedangkan di Teluk
Semangka adalah Kota Agung (Kabupaten Tanggamus), dan di Laut Jawa terdapat
pula pelabuhan nelayan seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Di samping itu,
Kota Menggala juga dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai
Way Tulang Bawang, adapun di Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui.
Lapangan terbang utamanya
adalah "Radin Inten II", yaitu nama baru dari
"Branti", 28 Km dari Ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi,
dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra.
Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat
berada antara : 103o 40' - 105o 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada
antara : 6o 45' - 3o 45' Lintang Selatan
Sejarah
Provinsi Lampung lahir
pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor
3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu
Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.
Kendatipun Provinsi Lampung
sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan
bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia
merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna
kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara
yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas
dari incaran penjajahan Belanda.
Tatkala Banten dibawah
pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat
perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku.
Sultan Agung ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat
hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan
Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan
kedudukan mahkota kesultanan Banten.
Dengan kejayaan Sultan
Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya VOC
selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil
dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya
Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan
Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan
penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682
Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan
Banten.
Dari
perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah
piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain
menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas
daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus
memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.
Pada tanggal 29 Agustus
1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung Tiram. Armada
ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji
dan ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini
ternyata tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yag dicari-carinya.
Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan Lampung yang dirintisnya
mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung
tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni,
tetapi banyak yang masih mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten
dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.
Sementara itu timbul
keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada dibawah Kekuasaan Sultan
Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung tidak
mutlak.
Penempatan wakil-wakil
Sultan Banten di Lampung yang disebut "Jenang" atau kadangkadang
disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi
(lada).
Sedangkan
penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau
kota yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak berada dibawah
koordinasi penguasaan Jenang/ Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas
Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam rangka menguasai monopoli arus
keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, dengan demikian jelas hubungan
Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.
Selanjutnya pada masa
Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semangka dan tidak mau
melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa
Lampung bukanlah jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung
baru kemudian tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.
Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang menghasilkan persetujuan bahwa :
§ Radin
Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.
§ Kedua
saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600
tiap tahun.
§ Radin
Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang
sampai saat itu berada dibawah pengaruhnya.
Tetapi persetujuan itu
tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan
perlawanan-perlawanan terhadap Belanda.
Oleh karena itu pada tahun
1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Inten, namun dengan
cerdik Radin Inten dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan
anak buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang
Diponegoro (1825 - 1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap
peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Inten meninggal dunia dan digantikan oleh
Putranya Radin Imba Kusuma.
Setelah Perang Diponegoro
selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semangka,
kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi
tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen
diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng
Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.
Radin Imba Kusuma
menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan
menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau Timor.
Dalam pada itu rakyat
dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda
dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat
Lampung ternyata tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga
Belanda membentuk tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri
untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Telukbetung dan
sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma
sendiri yang bernama Radin Inten II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya
Radin Inten II ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang
khusus didatangkan dari Batavia.
Sejak itu Belanda mulai
leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai dikembangkan
yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk
kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913
dibangun jalan kereta api dari Telukbetung menuju Palembang.
Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.
Kejayaan Lampung sebagai
sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya sehingga tercipta lagu Tanoh
Lada. Bahkan, ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964,
lada hitam menjadi salah satu bagian lambang daerah itu. Namun, sayang saat ini
kejayaan tersebut telah pudar.
Rumah Adat
Rumah tradisional adat Lampung
memiliki kekhasan seperti: berbentuk panggung, atap terbuat dari anyaman
ilalang, terbuat dari kayu dikarenakan untuk menghindari serangan hewan dan
lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal
gempa dari zaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng asia dan
australia rumah ini disebut rumah SESAT,
Ekonomi
masyarakat pesisir lampung
kebanyakan nelayan, dan bercocok tanam. sedangkan masyarakat tengah kebanyakan
berkebun lada, kopi, cengkeh, kayu manis dll.
Letak dan kondisi alam
Provinsi Lampung memiliki
luas 35.376,50 km² dan terletak di antara 105°45'-103°48' BT dan 3°45'-6°45'
LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan
di sebelah timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam
wilayah Provinsi Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di
antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau
Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus dan Pulau
Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung Barat.
Keadaan alam Lampung, di
sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan daerah yang
berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan di Pulau Sumatera.
Di tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai di sebelah
timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan perairan yang
luas.
Gunung
Gunung-gunung yang
puncaknya cukup tinggi, antara lain:
§ Gunung Pesagi (2262
m) di Sekala Brak, Lampung Barat
§ Gunung
Seminung (1.881 m) di Sukau, Lampung Barat
§ Gunung Tebak (2.115
m) di Sumberjaya, Lampung Barat
§ Gunung Rindingan (1.506
m) di Pulau Panggung, Tanggamus
§ Gunung Pesawaran (1.161
m) di Kedondong, Lampung Selatan
§ Gunung Betung (1.240
m) di Teluk Betung, Bandar Lampung
§ Gunung
Rajabasa (1.261 m) di Kalianda, Lampung Selatan
§ Gunung
Tanggamus (2.156 m) di Kotaagung, Tanggamus
§ Gunung
Krakatau di Selat Sunda
§ Gunung
Sekincau Liwa, Lampung barat
§ Gunung Sukma Ilang Pesawaran
§ Gunung Tanggang Lampung
selatan
Eksplorasi gunung
Gunung-gunung lampung
memang tak setinggi gunung-gunung di pulau jawa, tetapi memili kesulitan yang
cukup tinggi untuk mendakinya, karena memiliki tingkat kerapatan yang tinggi
pula. Mahasiswa pecinta alam universitas lampung (MAPALA UNILA)adalah salah
satu organisasi yang sering melakukan penelitian,pendataan dan eksplorasi
gunung-gunung di lampung yang masih perawan dan belum terjamah oleh tangan
manusia. selain gunung, MAPALA UNILA juga telah banyak melakukan eksplorasi
seperti goa didaerah lampung barat(krui), penyu, tebing, sungai, pantai,
pulau-pulau disekitar lampung, daerah-daerah terpencil DLL yang ada didaerah
lampung.04:32, 13 November 2010 (UTC)
Sungai
Sungai-sungai yang
mengalir di daerah Lampung menurut panjang dan cathment area (c.a)-nya
adalah:
§ Way Sekampung, panjang 265
km, c.a. 4.795,52 km2
§ Way Semaka, panjang 90 km,
c.a. 985 km2
§ Way Seputih, panjang 190
km, c.a. 7.149,26 km2
§ Way Jepara, panjang 50 km,
c.a. 1.285 km2
§ Way Tulangbawang, panjang
136 km, c.a. 1.285 km2
§ Way Mesuji, panjang 220
km, c.a. 2.053 km2
Way Sekampung mengalir di
daerah kabupaten Tanggamus dan Lampung Selatan. Anak sungainya banyak, tetapi
tidak ada yang panjangnya sampai 100 km. Hanya ada satu sungai yang panjangnya
51 km dengan c.a. 106,97 km2 ialah Way Ketibung di Kalianda.
Way Seputih mengalir di
daerah kabupaten Lampung Tengah dengan anak-anak sungai yang panjangnya lebih
dari 50 km adalah:
§ Way Terusan, panjang 175
km, c.a. 1.500 km2
§ Way Pengubuan, panjang 165
km, c.a. 1.143,78 km2
§ Way Pegadungan, panjang 80
km, c.a. 975 km2
§ Way Raman, panjang 55 km,
c.a. 200 km2
Way Tulangbawang mengalir
di kabupaten Tulangbawang dengan anak-anak sungai yang lebih dari 50 km
panjangnya, di antaranya:
§ Way Kanan,
panjang 51 km, c.a. 1.197 km2
§ Way Rarem, panjang 53,50
km, c.a. 870 km2
§ Way Umpu, panjang 100 km,
c.a. 1.179 km2
§ Way Tahmy, panjang 60 km,
c.a. 550 km2
§ Way Besay, panjang 113 km,
c.a. 879 km2
§ Way Giham, panjang 80 km,
c.a. 506,25 km2
Way Mesuji yang mengalir
di perbatasan provinsi Lampung dan Sumatera Selatan di sebelah utara mempunyai
anak sungai bernama Sungai Buaya, sepanjang 70 km dengan c.a. 347,5 km2.
Hutan-hutan besar di
dataran rendah dapat dikatakan sudah habis dimanfaatkan untuk keepentingan
pembangunan pertanian, untuk para transmigran yang terus-menerus memasuki
daerah ini. Kayu-kayu hasil hutan diekspor ke luar negeri. Hutan-hutan yang
masih ada, yang tanahnya dapat dikatakan belum banyak dibuka sebagian besar
terletak di sebelah barat, di daerah Bukit Barisan Selatan.
Beberapa kota di daerah
provinsi Lampung yang tingginya 50 m lebih dari permukaan laut adalah:
Tanjungkarang (96 m), Kedaton (100 m), Metro (53), Gisting (480 m), Negerisakti
(100 m), Pringsewu (50 m), Pekalongan (50 m), Batanghari (65 m), Punggur (50
m), Padangratu (56 m), Wonosobo (50 m), Kedondong (80 m), Sidomulyo (75 m),
Kasui (200 m), Sri Menanti (320 m) dan Kota Liwa (850
m).
Potensi daerah
Lampung fokus pada
pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sawit, karet, padi,
singkong, kakao, lada hitam, kopi, jagung, tebu dll. Dan di beberapa daerah
pesisir, komoditas perikanan seperti tambak udang lebih menonjol, bahkan untuk
tingkat nasional dan internasional. Selain hasil bumi Lampung juga merupakan
kota pelabuhan (liverpoolnya sumatra) karena lampung adalah pintu gerbang untuk
masuk ke pulau sumatra. dari hasil bumi yang melimpah tumbuhlah banyak
industri-industri seperti di daerah pesisir panjang, daerah natar, tanjung
bintang, bandar jaya dll
Pariwisata
Tahun 2009 Pemerintah
Propinsi Lampung mencanangkan tahun kunjungan wisata. Jenis Wisata yang dapat
dikunjungi di Lampung adalah Wisata Budaya dibeberapa Kampung Tua di Sukau, Liwa,
Kembahang, Batu Brak, Kenali, Ranau dan Krui di Lampung Barat serta Festival
Sekura yang diadakan dalam seminggu setelah Idul Fitri diLampung Barat,
Festival Krakatau di Bandar Lampung, Festival Teluk Stabas diLampung Barat,
Festival Way Kambas di Lampung Timur.
Bahasa
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bahasa
Lampung
Masyarakat Lampung yang
plural menggunakan berbagai bahasa, antara lain: bahasa
Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali,bahasa Minang dan
bahasa setempat yang disebut bahasa
Lampung.
Pendidikan
Perguruan Tinggi
Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu
kota
|
1
|
||
2
|
||
3
|
||
4
|
||
5
|
||
6
|
-
|
|
7
|
||
8
|
Pringsewu
|
|
9
|
||
10
|
||
11
|
||
12
|
||
13
|
-
|
|
14
|
-
|
DAFTAR GUBERNUR
No.
|
Foto
|
Nama
|
Dari
|
Sampai
|
Keterangan
|
1.
|
1966
|
|
|||
2.
|
1973
|
|
|||
3.
|
1978
|
|
|||
4.
|
1988
|
|
|||
5.
|
1993
|
|
|||
6.
|
Poedjono Pranyoto
|
1998
|
|
||
7.
|
5 Februari
2003
|
|
|||
8.
|
2 Juni 2004
|
Pejabat Gubernur
|
|||
9.
|
2 Juli 2008
|
Masa jabatan
Periode 1
|
|||
10.
|
Pejabat Gubernur
|
||||
11.
|
Sekarang
|
Masa jabatan
Periode 2
|
Perekonomian
INDUSTRI
Sebagai gerbang Sumatera,
di Lampung sangat potensial berkembang berbagai jenis industri. Mulai dari
industri kecil (kerajinan) hingga industri besar, terutama di bidang
agrobisnis.
Industri penambakan udang
termasuk salah satu tambak yang terbesar di dunia setelah adanya penggabungan
usaha antara Bratasena, Dipasena dan Wachyuni Mandira.
Terdapat juga pabrik gula
dengan produksi per tahun mencapai 600.000 ton oleh 2 pabrik yaitu Gunung Madu
Plantation dan Sugar Group. di tahun 2007 kembali diresmikan pembangunan 1
pabrik gula lagi dibawah PT. Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI) yang diproyeksikan
akan mulai produksi pada tahun 2008.
Industri agribisnis
lainnya: ketela (ubi), kelapa sawit, kopi robusta, lada, coklat, kokoa, nata
de coco dan lain-lain.
TAPIS LAMPUNG
Kain Tapisa adalah pakaian
wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas
dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan
sistim sulam (Lampung; "Cucuk").
Dengan demikian yang
dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif,
benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis
tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung
yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna
yang disulam dengan benang emas dan benang perak.
Tapis Lampung termasuk
kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar
dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin.
Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis
(muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk
memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini
diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang
komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
]Seni dan budaya
SASTRA
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sastra
Lampung dan Sastrawan
Lampung
Lampung menjadi lahan yang
subur bagi pertumbuhan sastra, baik sastra (berbahasa) Indonesia maupun
sastra (berbahasa) Lampung. Kehidupan sastra (Indonesia) di Lampung dapat
dikatakan sangat ingar-bingar meskipun usia dunia kesusastraan Lampung relatif
masih muda. Penyair Iwan Nurdaya-Djafar yang
baru kembali ke Lampung setelah selesai kuliah di Bandung sekitar
1980-an mengaku kepenyairan di Lampung masih sepi. Dia baru menjumpai Isbedy
Stiawan ZS, A.M. Zulqornain, Sugandhi Putra, Djuhardi Basri, Naim Emel Prahana dan
beberapa nama lainnya.
Barulah memasuki 1990-an
kemudian Lampung mulai semarak dengan penyair-penyair seperti Iswadi
Pratama, Budi P. Hatees, Panji Utama, Udo Z. Karzi, Ahmad Yulden Erwin, Christian Heru Cahyo dan
lain-lain. Menyusul kemudian Ari Pahala Hutabarat, Budi Elpiji, Rifian A. Chepy, Dahta Gautama dkk.
Kini ada Dina Oktaviani, Alex R. Nainggolan, Jimmy Maruli Alfian, Y. Wibowo, Inggit Putria Marga, Nersalya Renata dan Lupita Lukman. Selain itu
ada cerpenis Dyah Merta dan M. Arman AZ..
Leksikon
Seniman Lampung (2005) menyebutkan tidak kurang dari 36
penyair/sastrawan Lampung yang meramaikan lembar-lembar sastra koran, jurnal
dan majalah seantero negeri.
TEATER
Perkembangan teater di
Lampung banyak dilatarbelakangi dari keinginan para pelajar dan mahasiswa yang
tergabung dalam kelompok seni untuk mendalami seni peran dan pertunjukkan. Beberapa
kelompok teater kampus dan pelajar yang masih tercatat aktif sampai saat ini
adalah teater Kurusetra (UKMBS Unila), KSS (FKIP Unila), Green Teater (Umitra),
Teater Biru (Darmajaya), Teater Kapuk (STAIN Metro), Teater Sudirman 41 (SMAN 1
Bandar Lampung), Teater Gemma (SMAN 2 Bandar Lampung), Teater Palapa (SMAN 3
Bandar Lampung), Teater Sanggar Madani(SMAN 5 Bandar Lampung), Teater Handayani
(SMAN 7 Bandar Lampung), Kolastra (SMAN 9 Bandar Lampung), Teater Sebelas (SMAN
11 Bandar Lampung), Teater Pelopor (SMA Perintis 1 Bandar Lampung), Insyaallah
Teater (SMU Perintis 2 Bandar Lampung), Teater Cupido (SMAN 1 Sumberjaya).
Sedangkan beberapa teater
yang digerakkan seniman-seniman Lampung yaitu Teater Satu, Komunitas Berkat
Yakin (Kober), Teater Kuman, Teater Sendiri. Penggerak teater di Lampung yang
masih eksis mengembangkan seni pertunjukkan teater melalui karya-karyanya
antara lain Iswadi Pratama, Ari Pahala Hutabarat, Robi akbar, M. Yunus, Edi
Samudra Kertagama, Ahmad Jusmar, Imas Sobariah, Ahmad Zilalin, Darmawan.
Lampung tidak hanya dikenal banyak melahirkan sastrawan-sastrawan baru namun
aktor-aktor potensial pun juga tidak sedikit yang muncul seperti, Rendie Dadang
Yusliadi, Robi Akbar, Eyie, Iin Mutmainah, M Yunus, Dedi Nio, Liza Mutiara
Afriani, Iskandar GB, Ruth Marini.
Dalam tiap tahunnya
even-even teater seperti pertunjukan, lomba, workshop dan diskusi kerap digelar
di Provinsi ini serta tempat tempat yang sering digunakan adalah Gedung Teater
Tertutup Taman Budaya Lampung, Auditorium RRI, GSG UNILA, Academic Centre STAIN
Metro, Gedung PKM Unila, Aula FKIP Unila, Pasar Seni Enggal.
Adapun even tahunan teater
yang terbesar di Lampung adalah Liga Teater SLTA se-Provinsi Lampung sebagai
ajang apresiasi para aktor Pelajar Lampung yang kualitasnya tidak kalah dengan
pelajar di luar Lampung.
MUSIK
Sebagaimana sebuah
daerah, Lampung memiliki beraneka ragam jenis musik, mulai dari jenis
tradisional hingga modern (musik modern yang mengadopsi kebudayaan musik
global). Adapun jenis musik yang masih bertahan hingga sekarang adalah Klasik
Lampung. Jenis musik ini biasanya diiringi oleh alat musik gambus dan gitar
akustik. Mungkin jenis musik ini merupakan perpaduan budaya Islam dan budaya
asli itu sendiri. Beberapa kegiatan festival diadakan dengan tujuan untuk
mengembangkan budaya musik tradisional tanpa harus khawatir akan kehilangan
jati diri. Festival Krakatau, contohnya adalah sebuah Festival yang diadakan oleh
Pemda Lampung yang bertujuan untuk mengenalkan Lampung kepada dunia luar dan
sekaligus menjadi ajang promosi pariwisata.
TARI
Ada berbagai jenis tarian
yang merupakan aset budaya Provinsi Lampung. Salah satu jenis tarian yang
terkenal adalah Tari Sembah dan Tari Melinting (saat
ini nama Tari Sembah sudah dibakukan menjadi Sigeh Penguten). Ritual
tari sembah biasanya diadakan oleh masyarakat lampung untuk menyambut dan
memberikan penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang, mungkin
bolehlah dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan. Selain sebagai ritual
penyambutan, tari sembah pun kerap kali dilaksanakan dalam upacara adat
pernikahan masyarakan Lampung.
BUSANA ADAT
Daerah Lampung dikenal
sebagai penghasil kain tapis, kain tenun bersulam benang emas yang indah. Kain
ini dibuat oleh wanita. Pada penyelenggaraan upacara adat, seperti perkawinan,
tapis yang dipenuhi sulaman benang emas dengan motif yang indah merupakan
kelengkapan busana adat daerah Lampung.
Dalam keseharian laki-laki
Lampung mengikat kepalanya dengan kikat. Bahannya dari kain batik. Bila dipakai
dalam kerapatan adat dipadukan dengan baju teluk belanga dan kain. Lelaki muda
Lampung lebih menyukai memakai kepiah/ketupung, yaitu tutup kepala berbentuk
segi empat berwarna hitam terbuat dari kain tebal, apalagi kalau ingin bertemu
dengan gadis. Untuk mengiring pengantin dikenakan kekat akkin, yaitu destar
dengan bagian tepi dihias bunga-bunga dari benang emas dan bagian tengah
berhiaskan siger, serta di salah satu sudutnya terdapat sulaman benang emas
berupa bunga tanjung dan bunga cengkeh.
Sebagai penutup badan
dikenakan kawai, yaitu baju berbentuk teluk belanga belah buluh atau jas. Baju
ini terbuat dari bahan kain tetoron atau belacu dan lebih disukai yang berwarna
terang. Tetapi sekarang banyak digunakan kawai kemija, yaitu bentuk kemeja
seperti pakaian sekolah atau moderen. Pemakaian kawai kemija ini sudah biasa
untuk menyertai kain dan peci, ketika menghadiri upacara adat sekalipun.
Bagian bawah mengenakan
senjang, yaitu kain yang dibuat dari kain Samarinda. Bugis atau batik Jawa.
Tetapi sekarang telah dikenal adanya celanou (celana) pendek dan panjang
sebagai penganti kain.
Kaum wanita Lampung
sehari-hari memakai kanduk/kakambut atau kudung sebagai penutup kepala yang
dililitkan. Bahannya dari kain halus tipis atau sutera. Selain itu, kaum ibu
kadangkadang menggunakannya sebagai kain pengendong anak kecil.
Lawai kurung digunakan
sebagai penutup badan, memiliki bentuk seperti baju kurung. Baju ini terbuat
dari bahan tipis atau sutra dan pada tepi muka serta lengan biasa dihiasi
rajutan renda halus. Sebagai kain dikenakan senjang atau cawol. Untuk
mempererat ikatan kain (senjang) dan celana di pinggang laki-laki digunakan
bebet (ikat pinggang), sedangkan wanitanya menggunakan setagen. Perlengkapan
lain yang dikenakan oleh laki-laki Lampung adalah selikap, yaitu kain selendang
yang dipakai untuk penahan panas atau dingin yang dililitkan di leher. Pada
waktu mandi di sungai, kain ini dipakai sebagai kain basahan. Selikap yang
terbuat dari kain yang mahal dipakai saat menghadiri upacara adat dan untuk
melakukan ibadah ke masjid.
Untuk menghadiri upacara
adat, seperti perkawinan kaum wanita, baik yang gadis maupun yang sudah kawin,
menyanggul rambutnya (belatung buwok). Cara menyanggul seperti ini memerlukan
rambut tambahan untuk melilit rambut ash dengan bantuan rajutan benang hitam
halus. Kemudian rajutan tadi ditusuk dengan bunga kawat yang dapat
bergerak-gerak (kembang goyang).
Khusus bagi wanita yang
baru menikah, pada saat menghadiri upacara perkawinan mengenakan kawai/kebayou
(kebaya) beludru warna hitam dengan hiasan rekatan atau sulaman benang emas
pada ujung-ujung kebaya dan bagian punggungnya. Dikenakan senjang/ cawol yang
penuhi hiasan terbuat dari bahan tenun bertatah sulam benang emas, yang dikenal
sebagai kain tapis atau kain Lampung. Sulaman benang emas ada yang dibuat
berselang-seling, tetapi ada yang disulam hampir di seluruh kain.
Para ibu muda dan
pengantin baru dalam menghadiri upacara adat mengenakan kain tapis bermotif
dasar bergaris dari bahan katun bersulam benang emas dan kepingan kaca. Di
bahunya tersampir tuguk jung sarat, yaitu selendang sutra bersulam benang emas
dengan motif tumpal dan bunga tanjung. Selain itu, juga dapat dikenakan selekap
balak, yaitu selendang sutra disulam dengan emas dengan motif pucuk rebung, di
tengahnya bermotifkan siger yang di kelilingi bunga tanjung, bunga cengkeh dan
hiasan berupa ayam jantan.
Untuk memperindah dirinya
dipergunakan berbagai asesoris terbuat dari emas. Selambok/rattai galah, yaitu
kalung leher (monte) berangkai kecil-kecil dilengkapi dengan leontin dari batu
permata yang ikat dengan emas. Kelai pungew, yaitu gelang yang dipakai di
lengan kanan atau kiri, biasanya memiliki bentuk seperti badan ular (kalai
ulai). Pada jari tengah atau manis diberi cincin (alali) dari emas, perak atau
suasa diberi mata dari permata. Dikenakan pula kalai kukut, yaitu gelang kaki
yang biasanya berbentuk badan ular melingkar serta dapat dirangkaikan. Kalai
kukut ini dipakai sebagai perlengkapan pakaian masyarakat yang hidup di desa,
kecuali saat pergi ke ladang.
Pakaian mewah dipenuhi
dengan warna kuning keemasan dapat dijumpai pada busana yang dikenakan
pengantin daerah Lampung. Mulai dari kepala sampai ke kaki terlihat warna
kuning emas.
Di kepala mempelai wanita
bertengger siger, yaitu mahkota berbentuk seperti tanduk dari lempengan
kuningan yang ditatah hias bertitik-titik rangkaian bunga. Siger ini berlekuk
ruji tajam berjumlah sembilan lekukan di depan dan di belakang (siger tarub),
yang setiap lekukannya diberi hiasan bunga cemara dari kuningan (beringin tumbuh).
Puncak siger diberi hiasan serenja bulan, yaitu kembang hias berupa mahkota
berjumlah satu sampai tiga buah. Mahkota kecil ini mempunyai lengkungan di
bagian bawah dan beruji tajam-tajam pada bagian atas serta berhiaskan bunga.
Pada umumnya terbuat dari bahan kuningan yang ditatah.
Badan mempelai dibungkus
dengan sesapur, yaitu baju kurung bewarna putih atau baju yang tidak berangkai
pada sisinya dan di tepi bagian bawah berhias uang perak yang digantungkan
berangkai (rambai ringgit). Sebagai kainnya dikenakan kain tapis dewo sanow
(kain tapis dewasana) dipakai oleh wanita pada waktu upacara besar (begawi)
dari bahan katun bersulam emas dengan motif tumpal atau pucuk rebung. Kain ini
dibuat beralaskan benang emas, hingga tidak nampak kain dasarnya. Bila kain
dasarnya masih nampak disebut jung sarat. Jenis tapis dewasana merupakan hasil
tenunan sendiri, yang sekarang sangat jarang dibuat lagi.
Pinggang mempelai wanita
dilingkari bulu serti, yaitu ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru
berlapis kain merah. Bagian atas ikat pinggang ini dijaitkan kuningan yang
digunting berbentuk bulat dan bertahtakan hiasan berupa bulatan kecil-kecil. Di
bawah bulu serti dikenakan pending, yaitu ikat pinggang dari uang ringgitan
Belanda dengan gambar ratu Wihelmina di bagian atas.
Pada bagian dada
tergantung mulan temanggal, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk seperti tanduk
tanpa motif, hanya bertatah dasar. Kemudian dinar, yaitu uang Arab dari emas
diberi peniti digantungkan pada sesapur, tepatnya di bagian atas perut.
Dikenakan pula buah jukum, yaitu hiasan berbentuk buah-buah kecil di atas kain
yang dirangkai menjadi untaian bunga dengan benang dijadikan kalung panjang.
Biasanya kalung ini dipakai melingkar mulai dari bahu ke bagian perut sampai ke
belakang.
Gelang burung, yaitu
hiasan dari kuningan berbentuk burung bersayap yang diikatkan pada lengan kiri
dan kanan, tepatnya di bawah bahu. Di atasnya direkatkan bebe, yaitu sulaman
kain halus yang berlubang-lubang. Sementara gelang kana, terbuat dari kuningan
berukir dan gelang Arab, yang memiliki bentuk sedikit berbeda, dikenakan
bersama-sama di lengan atas dan bawah.
Mempelai laki-laki
mengenakan kopiyah mas sebagai mahkota. Bentuknya bulat ke atas dengan ujung
beruji tajam. Bahannya dari kuningan bertahtakan hiasan karangan bunga.
Badannya ditutup dengan sesapur warna putih berlengan panjang. Dipakai celanou
(celana) panjang dengan warna sama dengan warna baju.
Pada pinggang dibalutkan
tapis bersulam benang emas penuh diikat dengan pending. Bagian dada dilibatkan
membentuk silang limar, yaitu selendang dari sutra disulam benang emas penuh.
Lengan dihias dengan gelang burung dan gelang kana. Perlengkapan lain yang
menghiasi badan sama seperti yang dikenakan oleh mempelai wanita. Kaki kedua
mempelai dibungkus dengan selop beludru warna hitam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar